Mitra haji dan umrah, seperti kita ketahui bersama, jamaah haji dan umrah tidak bisa lepas dari aktivitas mengucapkan kalimat talbiyah. Hal tersebut disebabkan mengucapkan talbiyah telah disyariatkan bagi para jamaah haji dan umrah. Berikut lafadz kalimat talbiyah.
Labbaika Allahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innalhamda wan-nikmata laka wal-mulka laa syariika lak.
Memang, itulah kalimat talbiyah yang disyariatkan untuk diucapkan seluruh jamaah haji ketika menjalankan rukun Islam ke-5 ini di tanah suci. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kalimat talbiyah di atas berarti:
“Kami datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, kami datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk-Mu semata, segenap kerajaan adalah milik-Mu, dan tidak ada sekutu bagimu.”
Wah, tampaknya mudah, ya? Tinggal menghapalkannya dan mengucapkannya saja. Namun, terdapat tata cara mengucapkan kalimat talbiyah, terkait waktu, tempat, dan beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan.
Waktu dan tempat bertalbiyah
Pengucapan kalimat talbiyah dimulai sejak seseorang berniat ihram sampai melempar jumrah Aqabah pada Hari Nahar. Waktu talbiyah tersebut berlaku jika jamaah haji yang bersangkutan berniat ihram untuk haji. Sementara jika jamaah berniat ihram untuk umrah maka waktu talbiyahnya dimulai sejak ihram sampai thawaf. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh sebagian besar fukaha seperti ats Tsawri, Asy Syafi’i, dan Abu Hanafi. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits riwayat Ahmad di dalam kitabnya, Musnad Ahmad, yang menyebutkan bahwa Nabi saw terus-menerus mengucapkan talbiyah sampai beliau melempar jumrah.
Jika Ahmad dan Ishaq mengatakan bahwa waktu mengucapkan talbiyah dimulai dari ihraam hingga lemparan jumrah yang tiga, Imam Malik berpendapat bahwa waktu talbiyah dimulai dari ihram hingga terbenamnya matahari pada Hari Arafah.
Bagi jamaah haji wanita yang sedang ihram disunnahkan mengucapkan kalimat talbiyah terus-menerus. Dia bisa bertalbiyah dalam keadaan duduk, berdiri, berjalan, di atas kendaraan, bahkan dalam keadaan haid sekali pun. Disunnahkan juga untuk mengucapkan talbiyah saat hendak melakukan sesuatu seperti naik ke atas kendaraan, berkumpul bersama teman-temannya, saat berada di dalam Masjidil haram, Masjid Khayf, dan Namrah. Namun, jamaah haji wanita tidak disunnahkan bertalbiyah pada saat melakukan thawaf qudum, yaitu thawaf selamat datang yang dilakukan sesaat setelah memasuki kota Mekkah, serta saat melakukan sa’i. Selain itu, jamaah haji wanita juga tidak dianjurkan mengucapkan kalimat talbiyah pada saat mengerjakan thawaf ifadhah dan thawaf wada. Hal ini disebabkan waktu untuk bertalbiyah telah habis setelah jamaah haji melempar jumrah Aqabah.
Bolehkan wanita mengucapkan kalimat talbiyah dengan keras?
Dalam Buku Induk Haji & Umrah untuk Wanita, Dr. Ablah Muhammad al Kahlawi menuliskan bahwa terdapat dua pendapat menyikapi perlu keras atau tidaknya jamaah haji wanita saat mengucapkan kalimat talbiyah.
Pertama, para fukaha sepakat bahwa perempuan tidak disunnahkan untuk mengeraskan suara saat bertalbiyah. Jamaah haji wanita hanya boleh mengucapkan talbiyah dengan volume suara yang sekiranya hanya bisa didengarnya sendiri. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik, al Awza’i, Atha’, Mu’tazilah, dan Imam Syafi’i; berdasarkan sebuah riwayat dari Ibnu Umar yang berkata, “ Perempuan hendaknya tidak naik melebihi Bukit Shafa dan Marwa dan tidak mengeraskan suaranya saat bertalbiyah.” (HR. Al Baihaqi). Riwayat serupa juga dikeluarkan oleh Ibnu Abbas.
Kedua, fukaha dari mazhab Zhahiriyah (kaum tekstualis), berpendapat bahwa hukum mengeraskan suara saat bertalbiyah adalah wajib, baik bagi jamaah haji pria maupun wanita. Hal ini disebabkan pada masa Nabi saw dan setelahnya, orang-orang bebas mendengarkan perkataan istri-istri beliau. Tidak ada satu pun orang yang melarangnya.
Sementara itu, Dr. Ablah Muhammad al Kahlawi sendiri cenderung pada pendapat pertama. Hal tersebut disebabkan adanya kesesuaian dengan kodrat wanita yang mempunyai rasa malu lebih besar. Di samping itu, merendahkan suara di tengah-tengah laki-laki itu jauh lebih aman bagi diri seorang wanita, yaitu tidak memancing perhatian laki-laki.
Nah, mitra haji dan umrah, demikianlah beberapa hal yang perlu diperhatikan jamaah haji saat mengucapkan talbiyah. Jangan sampai ada yang mengucapkan talbiyah sendiri, padahal waktu bertalbiyah telah habis. Bisa-bisa kita menarik perhatian banyak orang karena mengucapkan talbiyah sendirian, sedangkan jamaah haji lainnya sudah tidak ada lagi yang mengucapkannya.
Kesalahan melakukan ibadah tidak pada waktunya seperti di atas bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seorang jamaah shalat subuh yang dengan percaya dirinya melakukan shalat sunnah rawatib setelah shalat subuh. Padahal, ada ketentuan yang mengatakan bahwa waktu setelah subuh hingga terbit matahari dan antara waktu ashar dan maghrib merupakan waktu di antara dua tanduk setan. Tidak diperbolehkan shalat di antara kedua waktu tersebut.
Jadi, beribadah tidak cukup bermodalkan niat yang baik dan lurus. Namun, dibutuhkan pula ilmu untuk melakukan amal ibadah yang dimaksud, yaitu pengetahuan tentang tata cara melaksanakan ibadah tersebut. (RA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar