Laman

Selasa, 17 Juli 2012

Melongok Percetakan Al-Quran Kota Madinah

Melongok Percetakan Al-Quran Kota Madinah

  
Mengerjakan umrah di tanah suci? Nah, mitra haji dan umrah bisa sekaligus melakukan wisata muslim dengan paket umrah plus. Setelah menjalankan umrah dengan khusyu’ dan sempurna, keberadaan kita di tanah suci bisa digunakan untuk mengunjungi situs-situs bersejarah atau obyek wisata menarik lainnya yang terkait dengan perkembangan dunia Islam. Salah satunya adalah Percetakan Al-Quran Kota Madinah.

Madinah memiliki pusat percetakan Al-Quran yang berada di kompleks Raja Fahd. Komplek ini berdiri sejak tahun 1405 H/1984 M di atas tanah seluas 250.000 meter persegi. Selain secara teliti menghasilkan Al-Quran, baik versi cetak dan audio CD atau kaset, percetakan ini juga mencetak beragam jurnal, teutama jurnal yang terkait dengan penelitian dan kajian mengenai kandungan Al-Quran.


Jika melongok kembali sejarah Al-Quran, kitab ini merupakan kumpulan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai rasul penyampai pesan dari Allah swt. Al-Quran berisi wahyu berupa perintah agar manusia menyembah Allah swt.

Al-Quran terbagi menjadi 114 surat. Ada 93 surat yang diturunkan di Mekkah, sementara sisanya diturunkan di Madinah. Wahyu yang diterima Rasulullah saw pertama kali adalah surat ”Al-Alaq”. Sementara ayat terakhir yang diturunkan QS. Al- Maidah ayat 3, yang berbunyi:

” Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Upaya mempertahakan keotentikan Al-Quran senantiasa ada sepanjang zaman. Hal ini senada dengan janji Allah swt dalam Al-Quran yang berbunyi:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (TQS. Al-Hijr: 9).

Ayat tersebut memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al-Qur'an selama-lamanya.

Begitulah, setiap Rasulullah saw menyampaikan ayat Al-Quran, para sahabat berusaha menyalinnya dalam beberapa media seperti pelepah kurma, perkamen, tulang, dan batu. Di samping itu, para sahabat juga berusaha menghapalkannya. Belajar, menghapal, dan praktik, begitulah cara para sahabat memelihara Al-Quran.


Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq menjabat sebagai khalifah setelah Nabi Muhammad saw wafat, banyak para sahabat yang hafidz Quran syahid selama berperang melawan kemurtadan Musailamah Al-Kadzab, sang nabi palsu. Musailamah al Kadzab, nabi palsu yang mencoba membuat kitab tandingan mengalami kegagalan dan terbunuh dalam penumpasan aliran sesat yang dipimpinnya.

Menyikapi banyaknya para hafidz yang gugur, Umar bin Khaththab menemui Khalifah Abu Bakar dan mendiskusikan ide mengumpulkan Al-Quran dalam satu kitab. Khalifah pun segera memerintahkan Zaid untuk mengumpulkan ayat Al-Quran yang tersebar di tangan para sahabat dalam bentuk tulisan maupun hafalan ke dalam satu buku yang lebih populer disebut dengan mushaf. Mushaf ini selanjutnya diserahkan kepada khalifah Abu Bakar dan disimpan hingga akhir hayatnya. Selanjutnya, Mushaf Al-Quran disimpan oleh istri beliau yang bernama Hafshah.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Al-Quran mulai dibaca dengan cara yang berbeda (dialek). Hal ini disebabkan agama Islam telah tersebar ke banyak negara. Akhirnya, Khalifah Utsman bin Affan membentuk tim untuk menyalin kembali Al-Quran berdasarkan kitab aslinya yang disimpan oleh Hafshah. Mushaf ini disalin dalam beberapa mushaf dan disebarkan ke penjuru wilayah kekuasaan Kekhalifahan Utsman bin Affan. Hasil salinan ini disebut juga dengan Mushaf Utsmani.

Hingga saat ini, Al-Quran dicetak berdasarkan standar Utsmani. Kini, Al-Quran telah diterjemahkan ke dalam—lebih dari—50 bahasa, antara lain bahasa Afrika, Cina, Korea, Indonesia, dan Eropa.

Di dunia Arab, percetakan dengan huruf arab pertama kali berkembang di Beirut, Lebanon, dan Kairo (Mesir). Percetakan huruf arab pertama kali dibuka pada tahun 1113 H/1702 M. Percetakan ini milik sebuah biara katolik Ordo Fransiscan. Adapun buku-buku yang pertama dicetaknya adalah buku Kristen dalam bahasa Arab. Baru pada 1249 H/1834 M buku-buku non keagamaan dalam bahasa Arab mulai dicetak  di Beirut. Percetakan ini berperan besar dalam penyebaran paham nasionalisme dalam tubuh Kekhalifahan Utsmani. Seperti kita ketahui, Kekhalifahan Utsmani pada akhirnya terpecah-belah dalam beberapa nation state.

Pada saat musim haji dan umrah, komplek Percetakan Al-Quran Madinah ini selalu dipenuhi para pengunjung. Namun, berdasarkan peraturan pemerintah setempat, jamaah haji wanita tidak diperkenankan masuk ke dalam komplek percetakan. Jamaah haji wanita yang datang sekedar melihat atau membeli berbagai jenis Al-Quran di salah satu bagian kompleks tersebut.

Nah, bagi mitra haji dan umrah yang ingin berziarah atau mengunjungi tempat ini, umrah plus bisa menjadi solusinya. Selain mengerjakan ibadah umrah, jamaah juga punya kesempatan untuk berkunjung ke tempat-tempat istimewa bersejarah. Wawasan pun juga pasti ikut bertambah. Selamat berziarah. (Jng/RA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar